Jujur ajah gue ga terlalu suka
angka, tau sendiri lah pas jaman sekolah ada pelajaran matematika, fisika
kimia. Semua pelajaran itu pasti berhubungan dekat banget sama angka, bahakan
udah ga bisa dipisahkan deh. Tapi, setelah gue pikir-pikir angka-angka di
pelajaran Matematika, fisika, kimia lebih mudah daripada yg ada dipelajaran
IPS. Angka-angka dipelajaran Matematika, fisika, kimia semuanya ga perlu
diinget mentah-mentah dikepala, tapi cukup diinget rumusnya.
Berbeda dengan pelajaran IPS yang
setiap angkanya berpengaruh. Misal, saat pelajaran Ekonomi kita harus
menuliskan sejumlah uang. Sebut ajah “lima puluh juta tiga ratus tujuh puluh
empat ribu lima ratus enam puluh satu rupiah. Banyak banget kan angkanya? Susah
banget nulisnya. Belum lagi angka-angka itu disusun dalam tabel lalu dijejerin.
Dan ketika angka-angka itu sudah berjejer dengan indahnya, masih harus
disamakan juga dengan tabel disebelahnya. Harus Balance. Pusiiiiinnngg....
Yang lebih memusingkan lagi
adalah pelajaran Sejarah. Bahkan, dipelajaran yg mempelajari masa lalu, yg
notabene kita nggak tau kejadiaanya benar-benar terjadi atau engga, ternyata
banyak angkanya juga. Ngapalin tahun, tanggal, bulan kapan Perang Diponegoro,
Perang Majapahit, Perang Ninja Dunia Ke Empat, bahkan sampek berapa tahun
Naruto menjabat sebagai Hokage ke 7 di Konoha. Halahh ngawurr.
Memang hidup kita ngga bisa
dilepaskan dari angka. Tapi, ada satu angka yg gue rasa diperlakukan khusus dan
spesial, sehingga kita ga bisa lepas dari dia, yaitu angka 2. Bahkan anggota tubuh aja kebanyakan ada dua. Mata ada dua,
kuping ada dua, kaki ada dua, tangan ada dua, lubang hidung juga ada dua,
bahkan buah dada cewek juga ada dua loh. Upzz abaikan yg terakir, hihihi.
Pertama gue mendengar Angka 2
begitu axis ya waktu nonton tv, lebih tepatnya pas nonton Iklannya. Misal ada
iklan minuman sebut aja inisial Yakult ( ga boleh sebut merk), yg bunyinya “Saya minum dua!” terus ada lagi iklan
keluarga berencana, “Dua anak lebih baik.”
Terbukti kan kalau dua adalah angka yang bener-bener spesial.
“Padahal untuk berdua, nggak
semudah itu. Segala hal yang berurusan dengan manusia selalu rumit.”
Berdua bukan Cuma perihal “Kamu
mau jadi pacar aku?” lalu dijawab “Mau”. Berdua bukan Cuma soal nanya “Kamu
udah makan belum?” setiap chatting. Berdua bukan yg harus jalan bareng tiap
hari, makan bareng-bareng tiap hari, melakukan semua aktifitas selalu berdua.
Berdua bukan tentang ngomongin nanti kalau mau nikah mau dimana, konsepnya
kayak apa, nanti kalo punya baby mau dinamain sapa. Tidak hanya itu dan lebih
dari itu semua.
Berdua itu soal mengalahkan
gengsi demi yang dicintai dan disayangi. Berdua adalah mengalah tanpa merasa
kalah. Berdua itu terlibat perdebatan-perdebatan untuk menyamakan persepsi.
Berdua adalah tidak setuju dan menemukan jalan untuk setuju. Berdua adalah ngga
bisa, ngga mungkin dan bisa mencari solusi untuk bisa. Berdua adalah
merendahkan ego masing-masing. Berdua adalah bukan mengalah pada aku atau kamu,
tapi pada kita. Berdua adalah bicara. Berdua adalah bertemu. Berdua adalah
menerima kekurangan. Berdua adalah......, banyak hal.
Itulah yang selama ini gue coba
pahami. Bahwa dalam sebuah hubungan, isinya bukan Cuma usaha untuk
mempertemukan dua hati dan cinta. Masih ada hobi, pekerjaaan, rutinitas
sehari-hari, materi, waktu, tenaga, pikiran, dan keluarga. Urusan yang akan
dihadapi berdua nggak akan pernah habis. Maka dari itu, menurut gue berdua
adalah mau berjalan beriringan. Dan yang terpenting, berdua adalah saling,
bukan paling agar seimbang, dan juga bukan timpang.
Kalo boleh gue ibaratin berdua
itu sama persis kayak berjudi. Pertama, lo harus mengamati apa yang bisa
dipertaruhkan melalui proses pendekatan. Bernegoisasi tentang apa saja yg bisa
diambil dan apa keuntungannya, lalu memilih “siapa” yg menjadi tempat lo
menghabiskan semuanya, dan menerima hasilnya. Jika pilihan lo tepat, ya bakal
untung besar. Ada yg perhatian, ada yang selalu ada, ada yang pengertian,
endingnya jadilah bahagia. Kalau nggak tepat, ya akan kehilangan banyak, dan
nggak jarang harus berpisah mencari lagi “tempat mempertaruhkan semuanya.”
Ketika nggak bisa memenuhi satu
saja dari hal-hal yg rumit itu, maka ada resiko yang harus diambil. Akibat
ringannya palingan Cuma berantem, sebel-sebelan, debat, adu argumen, sampe
diem-dieman. Akibat yg lebih berat lagi adalah putus.
Meski benar kata orang, “Hidup bukan Cuma soal cinta” tapi gue
yakin orang yg ngomong seperti itu adalah orang yang nggak lagi jatuh cinta
atau dia sedang denial karena baru putus cinta. Hidup bukan Cuma soal cinta, itu memang benar. Tapi cinta adalah penggerak kehidupan.
Semoga kita bisa bedua selamanya
0 komentar:
Posting Komentar